|
Penulis : Sahl Al Furqan Validator : Eka Rahmawati Rahman Ilustrasi : Dheaninda Editor : Dento Budijaya Putra Cukai Hasil Tembakau (CHT) Cukai Hasil Tembakau (CHT) lahir dari kebijakan fiskal pemerintah pusat untuk menambah pemasukan negara serta sebagai alat untuk menekan konsumsi konsumen terhadap rokok (Ross 2017). CHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan suatu saat tarif CHT dapat berubah. Perusahaan produsen hasil tembakau harus membayar dengan cara membeli pita cukai kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan membayarnya dimuka hal ini diatur dalam PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-19/BC/2024 Cukai Hasil Tembakau (CHT) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang vital bagi pemerintah pusat. Tujuan utamanya adalah ganda: pertama, sebagai sumber pemasukan negara yang signifikan, berkontribusi pada anggaran belanja dan pembangunan nasional. Kedua, CHT berfungsi sebagai alat strategis untuk mempengaruhi keputusan konsumsi masyarakat. Dengan menetapkan tarif cukai, pemerintah dapat mengendalikan permintaan produk tembakau, yang pada gilirannya berdampak pada kesehatan publik. Regulasi mengenai CHT secara mendalam diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK ini secara periodik dapat mengalami perubahan, mencerminkan dinamika sosio ekonomi atau perubahan kebijakan kesehatan masyarakat. Perusahaan produsen hasil tembakau memiliki kewajiban untuk membayar CHT dengan mekanisme yang spesifik. Pembayaran dilakukan di muka, melalui pembelian pita cukai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pita cukai ini kemudian dilekatkan pada setiap kemasan produk tembakau sebagai bukti pelunasan cukai. Proses pembayaran di muka ini memastikan penerimaan negara yang stabil dan meminimalisir potensi penyelewengan. Detail lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, jenis pita cukai, serta sanksi terkait pelanggaran diatur secara komprehensif dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Salah satu peraturan yang relevan adalah Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor Per-19/Bc/2024, yang mungkin mengatur ketentuan terbaru atau pembaruan terkait administrasi dan teknis pelaksanaan cukai hasil tembakau. Implementasi peraturan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengawasan yang efektif dan efisien dalam pengelolaan CHT. Tren CHT 2012-2024 Pergerakan rata-rata tertimbang tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) menunjukkan dinamika kebijakan fiskal pemerintah dari tahun 2012 hingga 2024. Pada tahun 2013, rata-rata tertimbang tarif CHT meningkat sebesar 8,5%. Namun, pada tahun 2014, tidak ada perubahan tarif CHT. Tren kenaikan kembali terjadi pada tahun 2015, dengan rata-rata tertimbang tarif CHT melonjak 8,72%. Konsistensi peningkatan berlanjut pada tahun 2016, di mana rata-rata tertimbang tarif CHT meningkat sebesar 11,19%. Tren peningkatan tarif CHT berlanjut hingga tahun 2024, kecuali pada tahun 2019, di mana pemerintah tidak menaikkan CHT, sehingga rata-rata tertimbang CHT tidak mengalami peningkatan pada tahun tersebut. Dampak dari kebijakan CHT ini tidak hanya terbatas pada penerimaan negara, tetapi juga memiliki implikasi signifikan terhadap industri hasil tembakau. Kenaikan tarif CHT secara berkelanjutan dapat mempengaruhi volume produksi, strategi harga perusahaan, dan pada akhirnya, profitabilitas lihat (Hutauruk 2023). Perusahaan-perusahaan besar seperti HMSP (PT HM Sampoerna Tbk) dan GGRM (PT Gudang Garam Tbk) yang merupakan pemain utama di pasar ini, harus terus beradaptasi dengan perubahan regulasi untuk menjaga daya saing dan pangsa pasar mereka. Beban CHT terhadap Harga Pokok Produksi Studi yang dilakukan oleh (Hutauruk 2023) menjelaskan bahwa CHT dapat memberikan dampak negatif terhadap nilai perusahaan serta profitabilitas. Dalam studi nya Hutauruk (2023) juga menyebutkan bahwa perusahaan rokok membebankan biaya cukai mereka pada biaya produksi, hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh PT. Gudang Garam Tbk. dan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Beban cukai menjadi komponen mayoritas dalam biaya harga produksi PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk hal ini sejalan dengan Hutauruk (2023) . Memiliki komponen biaya produksi mayoritas yang berasal dari beban cukai, yang merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan pada produk-produk tertentu seperti rokok. Hal ini berarti sebagian besar pengeluaran perusahaan untuk memproduksi rokok dialokasikan untuk membayar cukai kepada pemerintah. Beban cukai yang tinggi dapat mempengaruhi nilai perusahaan serta profitabilitas perusahaan. Beban cukai menjadi komponen mayoritas dalam biaya harga produksi PT. Gudang Garam Tbk sesuai dengan yang disampaikan (Hutauruk 2023). memiliki komponen biaya produksi mayoritas yang berasal dari beban cukai, yang merupakan pajak yang dikenakan pada produk-produk tertentu seperti rokok. Hal ini berarti sebagian besar pengeluaran perusahaan untuk memproduksi rokok dialokasikan untuk membayar cukai kepada pemerintah. Beban cukai yang tinggi dapat mempengaruhi nilai perusahaan serta profitabilitas perusahaan.
Hasil Analisis Regresi Analisis Pengaruh Beban Cukai terhadap Volume Penjualan HMSP Untuk menguji pengaruh beban cukai sebagai variabel independen terhadap volume penjualan HMSP sebagai variabel dependen, dilakukan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan pengolahan data terhadap 13 observasi, ditemukan bahwa beban cukai memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap volume penjualan. Evaluasi kelayakan model melalui Uji F menunjukkan nilai F-statistik sebesar 8,412 dengan tingkat signifikansi (Significance F) 0,014. Karena nilai signifikansi ini berada di bawah ambang batas 0,05, model regresi ini dinyatakan layak (fit) untuk digunakan, yang menegaskan bahwa variabel beban cukai secara keseluruhan memang berpengaruh terhadap volume penjualan. Kekuatan model ini dalam menjelaskan fenomena yang diteliti diukur melalui nilai Adjusted R Square sebesar 0,3818. Angka ini mengindikasikan bahwa 38,18% dari variasi volume penjualan HMSP dapat dijelaskan oleh perubahan pada beban cukai, sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model ini. Analisis lebih lanjut pada koefisien regresi menunjukkan bahwa variabel beban cukai memiliki koefisien bernilai -0,2675 dengan p-value sebesar 0,0144. Nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05 mengonfirmasi bahwa pengaruh beban cukai bersifat signifikan secara statistik. Tanda negatif pada koefisien mengimplikasikan adanya hubungan terbalik, di mana setiap kenaikan satu satuan pada beban cukai diprediksi akan menyebabkan penurunan volume penjualan HMSP sebesar 0,2675 satuan, dengan asumsi faktor lain konstan. Dari hasil analisis tersebut, terbentuklah model persamaan regresi sebagai berikut: Volume Penjualan HMSP=7,6611−0,2675×(Beban Cukai) Analisis Pengaruh Beban Cukai terhadap Volume Penjualan GGRM Sebuah analisis regresi linier sederhana telah dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh beban cukai (X) terhadap volume penjualan GGRM (Y), menggunakan 13 titik data observasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan secara statistik dari beban cukai terhadap volume penjualan GGRM dalam periode yang diamati. Hal ini sesuai dengan temuan Santoso dan Erlando (2020) dimana CHT tidak mempengaruhi konsumsi masyarakat terhadap rokok Evaluasi kelayakan model menggunakan Uji F menunjukkan bahwa nilai F-statistik sangat rendah (0,090) dengan tingkat signifikansi (Significance F) sebesar 0,769. Karena nilai signifikansi ini jauh lebih besar dari tingkat alpha standar (α = 0,05), dapat disimpulkan bahwa model regresi secara keseluruhan tidak layak dan gagal menjelaskan hubungan antar variabel. Analisis Pengaruh Beban Cukai terhadap Net Profit Margin HMSP Untuk menganalisis dampak beban cukai HMSP sebagai variabel X terhadap Net Profit Margin (NPM) sebagai variabel Y, sebuah analisis regresi linier sederhana telah diaplikasikan pada 13 data observasi. Hasil analisis secara meyakinkan menunjukkan bahwa beban cukai memiliki pengaruh negatif yang signifikan secara statistik terhadap profitabilitas perusahaan. Kelayakan model regresi ini divalidasi melalui Uji F, yang menghasilkan nilai F-statistik sebesar 13,974 dengan tingkat signifikansi (Significance F) 0,0032. Karena nilai signifikansi ini jauh di bawah ambang batas α = 0,05, maka model ini dinyatakan sangat layak (highly fit) dan signifikan untuk digunakan. Kekuatan penjelasan model ini dikonfirmasi oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,5195, yang berarti bahwa 51,95% dari variasi pada Net Profit Margin dapat dijelaskan oleh perubahan pada variabel beban cukai. Secara lebih terperinci, analisis koefisien (Uji t) menunjukkan variabel Beban Cukai HMSP memiliki nilai koefisien -0,0866. Tanda negatif ini mengindikasikan adanya hubungan terbalik, di mana setiap kenaikan satu unit pada beban cukai berpotensi menurunkan Net Profit Margin sebesar 0,0866 poin persen, dengan asumsi faktor lain konstan. Pengaruh ini terbukti sangat signifikan secara statistik, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,0032. Berdasarkan temuan tersebut, hubungan antara kedua variabel dapat dimodelkan dalam persamaan regresi berikut: Net Profit Margin (% ) =1,042−0,0866×(Beban Cukai HMSP) Analisis Pengaruh Beban Cukai terhadap Net Profit Margin GGRM Hasil analisis secara jelas menunjukkan bahwa variabel beban cukai sebagai variabel X memiliki pengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap NPM GGRM Sebagai variabel Y . Kelayakan model regresi ini dievaluasi melalui Uji F, yang menunjukkan nilai F-statistik sebesar 7,237 dengan tingkat signifikansi (Significance F) 0,021. Karena nilai signifikansi ini lebih rendah dari batas kritis 0,05, model ini dapat dianggap layak (fit) dan signifikan secara statistik. Kekuatan model dalam menjelaskan variabel dependen diukur dengan nilai Adjusted R Square sebesar 0,3420. Ini berarti sekitar 34,20% dari total variasi pada Net Profit Margin GGRM dapat dijelaskan oleh perubahan pada beban cukai, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model ini. koefisien regresi (Uji t) menunjukkan bahwa variabel Beban Cukai GGRM memiliki nilai koefisien -0,0411. Mengindikasikan adanya hubungan yang berlawanan arah, di mana setiap kenaikan satu unit pada beban cukai diprediksi akan menurunkan Net Profit Margin sebesar 0,0411 poin persen, dengan asumsi faktor lain konstan. Pengaruh ini terbukti signifikan secara statistik, yang dikonfirmasi oleh nilai p-value sebesar 0,021, yang berada di bawah ambang batas signifikansi 0,05. hubungan antara kedua variabel dapat dirumuskan ke dalam persamaan regresi berikut: Net Profit Margin (%) = 0,515−0,0411×(Beban Cukai GGRM) Kesimpulan CHT menunjukan tren yang cenderung meningkat, peningkatan tren ini memiliki dampak yang bervariasi terhadap. PT. Gudang Garam Tbk. dan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Namun dapat disepakati bahwa CHT yang diterjemahkan menjadi beban cukai memiliki Beban pajak cukai mempunyai pengaruh signifikan secara statistik dan negatif terhadap NPM kedua perusahaan. Peningkatan beban cukai memiliki pengaruh signifikan secara statistik dan negatif terhadap volume penjualan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. namun tidak pada PT. Gudang Garam Tbk. Daftar Pustaka Hutauruk, M. R. (2023). Exploring the paradox: How cigarette excise tax affects firm value with firm size and profitability as key moderators. European Research Studies Journal, 26(2), 794-821. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://peraturan.bpk.go.id/Details/126996/pmk-no-179pmk0112012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/198-pmk-010-2015 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/147-pmk-010-2016 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/146-pmk-010-2017 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://peraturan.bpk.go.id/Details/128269/pmk-no-152pmk0102019 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. https://www.jdih.kemenkeu.go.id/dok/198-pmk-010-2020/summary Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021a). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris. https://peraturan.bpk.go.id/Details/197499/pmk-no-192pmk0102021 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021b). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya. https://peraturan.bpk.go.id/Details/197500/pmk-no-193pmk0102021 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2022a). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris. https://peraturan.bpk.go.id/Details/234018/pmk-no-191pmk0102022 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2022b). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya untuk Tahun Anggaran 2023 dan Tahun Anggaran 2024. https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25017 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2024). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Rokok. https://peraturan.bpk.go.id/Details/279077/pmk-no-6-tahun-2024 Ross, H., Tesche, J., & Vellios, N. (2017). Undermining government tax policies: Common legal strategies employed by the tobacco industry in response to tobacco tax increases. Preventive Medicine, 105, S19–S22. https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2017.06.012 Santoso, D. B., & Erlando, A. (2020). Tobacco excise tax policy in Indonesia: Who reaps the benefits?. Entrepreneurship and Sustainability Issues, 8(1), 1108. |
Archives
November 2025
Categories |
RSS Feed